Kamis, 06 Maret 2014

Hestek AKURAPOPO!


-Sebut saja Mawar-

Selamat malam, Mawar.
Saat menulis tulisan ini, aku sedang duduk di meja belajar hadiah pemberian dari nenek tercinta  saat aku masih kelas satu SMP, sambil menyeruput teh yang kuseduh dengan setengah sendok gula. Aku suka minum teh ataupun kopi, teguk demi teguk teh yang menelusup ke dalam kerongkongan sejenak mengingatkan bahwa masih banyak hal manis di dunia. Termasuk kamu.

Kenangan selalu menyenangkan, Mawar. Itu yang aku tau sejak kau pernah bercerita lewat social messenger, demi chat-chat membahas kelucuan, keanehan dan kebahagiaan waktu makrab/IRFD (International Relations Friendship Days) tempo bulan September tahun 2013 tepatnya di Paliyan, Gunung Kidul dulu. 

 Sebelumnya aku mau bercerita sedikit saat aku mulai pertama kali mengenalmu. Mungkin kita saling kenal sampai sekarang kalau diitung-itung masih berumur bibit-bibit jagung baru ditanam. Tapi anehnya, kita kenalnya pake model apa aku lupa, entah itu pake sebatas sapaan “Hey!” atau pake jabat tangan dulu kayak Event Handshake ala JKT48. Hahahahaha.

Tapi yang selama ini aku ingat, kita pernah kenalan sedikit saat pertama kali kau menanyakan aku anak H.I angkatan berapa tepatnya di lampu merah perempatan jalan besar Janti, namun kau bertanya bukan ke aku langsung tapi lewat perantara teman sekelasku.

Baiklah, Mawar. Mari sudahi tulisan di atas karena jika terus dilanjutkan nanti bisa ngalahin panjangnya Rute jalan Anyer-Panarukan yang dibangun di era H.W Daendels. Hahahaha.

Anyway, aku serius bertanya tentang kabarmu. Aku selalu merasa perlu untuk menanyakan keadaanmu. Entahlah, Mawar, aku selalu berharap kau baik-baik saja. Baikmu, kebaikanku. Apa kabar, kamu?


Mawar, sungguh benarlah bila dikatakan bahwa hidup hanya berkisar antara sabar dan syukur. Bersabar dalam setiap menerima ujian, cobaan, dan setiap dera kehidupan. Lalu bersyukur dan merasa cukup untuk setiap anugerah kebaikan yang Tuhan berikan. Tapi terkadang, Tuhan meninginkan hal tersebut menjadi kebalikannya. Suatu saat, kau harus benar mampu bersyukur saat menerima ujian, cobaan, dan setiap dera kehidupan. Dan kau benar-benar perlu belajar untuk bersabar saat menerima anugerah kebaikan yang Tuhan berikan. Sebab boleh jadi, setiap kebahagiaan yang kau terima, adalah cobaan yang melenakan. Membuatmu lupa untuk bersiap siaga saat kebahagiaan itu sewaktu-waktu menghilang.


Seperti halnya, cinta.
Suatu kali cinta melenakan. Mempesona dengan segala kebahagiaan yang ditawarkan. Menyuntikkan semangat ke aliran darah hingga kau merasa antusias atas setiap hal yang kau lakukan. Membuat harimu menjadi berwarna, seperti berdiri pada sebuah taman hijau maha luas di mana setiap sudutnya dihiasi bunga-bunga, kupu-kupu, dan pelangi. Tapi cinta suatu saat menjadi sedemikian menjengkelkan. Membuat wajahmu memasang seringai murung. Mengubah harimu menjadi panjang dengan sunyi dan kesepian. Seperti masuk ke lubang pengap bernama keputusasaan, saat cinta yang kau jaga begitu saja meninggalkan dan hilang.


Aku tak mengerti mengapa cinta bisa merupa buah simalakama. Saat dimakan membuat ibu mati, bila dibiarkan membuat ayah mati. Apa yang akan kau pilih, Mawar? Buatku, cinta adalah sekumpulan paradoks yang membingungkan. Maka meskipun menyakitkan, cinta tetaplah membahagiakan. Biarkan saja cinta memaknai dirinya sendiri. Seorang ksatria yang tangguh pantang mundur saat panji-panji sudah dikibarkan. Tak mungkin kembali ke belakang, sebab jembatan-jembatan sudah terbakar. Pilihan terbaik adalah terus berjalan.


Maka, jika pada akhirnya cinta membuatmu merasa ditinggalkan dan kehilangan, tetaplah berdiri dengan gagah bersama ketulusan dan kerelaan. Sebab, saat kau memutuskan untuk jatuh cinta, sejatinya kau telah membuat kesepakatan kepada hati dan pikiran bahwa cinta suatu saat akan ditinggalkan atau meninggalkan. Tapi, kau tak perlu cemas, kan? Jika hanya berfokus pada cinta yang menyakitkan, bagaimana kau bisa bahagia? Fokus saja pada hal yang membahagiakan, hingga pada apapun yang kau lakukan untuk memaknai cinta, kau akan tetap merasa bahagia. Jangan lupa persiapkan sabar dan syukur saat menjaga cinta yang kau punya, agar kau memiliki kerelaan dan ketulusan untuk memaknai cinta tanpa rengekan.

Begitulah,
Mawar. Lalu, bagaimana cara kau memaknai cinta?
Apa cinta benar-benar harus memiliki?
Jika iya, bagaimana caraku memilikimu? Sementara pada saat yang sama, kau telah dimiliki orang lain.

Tapi semua pertanyaan tersebut hanya menjadi hembusan angin yang gerah atau mungkin terlalu membingungkanmu sampai sekarang ini belum ada sepenggal kata pun yang bisa kau lontarkan. Di lain sisi, sebenarnya aku sudah mulai memendam rasa kepada sosok dirimu saat pertama kali aku membalas mention di sebuah jejaring sosial media. Dan akhirnya, rasa-rasa berbunga mulai bertautan menyerang hatiku saat kau tiba-tiba muncul di permintaan teman di Blackberry Mesengger untuk membuatku segera menerima undangan pertemananmu. Saat itulah aku mulai melontarkan basa-basi tanpa ada alur cerita. Mungkin aku terlalu gugup, Mawar, walaupun hanya berbincang-bincang hanya lewat social messengger.

Hari demi hari, rindu pun mulai menyengat di pikiranku seakan otakku beku dan terbentuk sebuah labirin yang di dalamnya ada kau. Mungkin kau berteriak untuk keluar, namun di hatiku tetap mengatakan untuk kau menetap di labirin tersebut sehingga memaksaku untuk memulai obrolan-obrolan yang tak terlalu penting buatmu. Sepintas waktu, aku pun mulai sadar bahwa basa-basi yang terlalu lama hanya berujung hilang basa dan meninggalkan basi semata. Situasi mulai berbeda, Angin berhembus tanpa ada pedoman, Aroma bunga mulai hilang tanpa ada kata berpamitan, dan waktu pun mencibirku untuk segera memberanikan diri berkata apa yang ada digoresan kaca-kaca hati ini. Namun, kau berkata sebaliknya yang aku harapkan, kau telan mentah-mentah ucapan demi ucapan yang hanya untuk meyakinkan bahwa hati ini mungkin akan berlabuh.

Harapan pun mulai sirna seperti ribuan butir pasir pantai yang seiring terkikis oleh derasnya ombak yang tak mau lagi dipijak oleh ribuan telapak kaki berlarian kesana-kemari saat setelah aku mendapatkan sebuah berita bahwa kau sudah dimiliki seseorang yang lebih berarti dariku. Entah harus bagaimana lagi aku untuk melangkah ke depan jika arah tujuanku mulai hilang yang sudah direnggut orang. Sebenggala bingung pun mulai meracuni pikiran seakan tubuh tak berdaya tanpa ditopang kuatnya tulang, manisnya bibir tak lagi menari untuk mengucapkan secerca kata isyarat, dan hati mulai membuka katupnya untuk pasrah dirobohkan. Namun, semua itu tak ada artinya walaupun aku melangkah dengan terlunta-lunta dan takut akan perjuanganku dianggap sia-sia. Dan disitulah aku mulai menantang  kepastian yang pahit untuk memberanikan diri untuk mengungkapkan semua yang membekas di benakku dengan bermodalkan nekat setelah aku mengirimmu sepenggal lagu yang aneh, lucu dan tak masuk akal didengarkan orang lain, tapi bagiku lagu yang aku kirimkan  mungkin sangat bernilai istimewa untuk mendongkrak lagi semangat yang mulai lenyap karena telah mengetahui kalau kau sudah dimiliki seorang.

Mawar, Aku sangat bahagia sekali setelah mendapat respon positif darimu akan lagu yang aku kirimkan. Saat kau mulai suka dengan lagu itu, Aku pun tak kehabisan akal untuk menyenangkan dirimu dengan mengirimmu sekali lagi sesuatu yang mungkin konyol dengan gambaran yang dinilai oleh mata orang lain tidak seindah lukisan Monalisa. Anehnya, kau juga suka dengan gambaran itu. Tapi sangat disayangkan kau berkata kepadaku untuk bersabar menunggu. Sesuap demi sesuap kata-kata pahit aku telan, bagaimanapun itu sudah menjadi kenyataan bagiku bahwa menunggu akan menjadi suatu jalan dimana kebahagiaan akan terpancar didalam, tapi entah berapa lama waktu yang aku habiskan untuk lebih jenak menanti pernyataan manis untukku yang kau sampaikan. Memang, menunggu itu sangat menyebalkan. Namun sesebal apapun itu tidak akan terasa jika hari-hariku dipenuhi aktifitas yang menyenangkan seperti kegiatan keseharianku di waktu luang. Banyak orang berkata jika menunggu itu bisa membuat luluh seseorang. Dari situlah, aku ingin membuktikan apakah benar dengan menunggu bisa meluluhkan seseorang yang kebetulan adalah kau.

Sepintas waktu telah berlalu, kau telah menjawab apa yang sudah lama aku tunggu. Kau pun mulai mengatakan padaku agar segera mencari seseorang yang jauh lebih baik darimu dan kau pernah bilang “Tak ada rotan, akar pun jadi”. Tapi memang benar cinta itu membuat seseorang menjadi amnesia, kita tau ada yang jauh lebih baik diluar sana, namun hatiku tidak sependapat dengan ungkapan itu. Dengan mewakili palung hati, diriku lantang dengan menjawab yang aku anggap semestinya harus aku ucapkan:









Terserah kau mau menanggapi dengan ungkapan yang terlontar dari ucapanku tersebut, dan aku harap semoga kau bisa mengerti perasaanku. Memang benar kata orang, cinta itu tidak harus memiliki. Tapi entahlah, yang harus aku lakukan sekarang ini hanyalah banyak belajar untuk mencintai dan menyayangi seseorang yang pernah membuat aku bahagia.  Berkat itu, aku sangat berterimakasih banyak dengan kau karena sudah mau menyempatkan waktu bercakap-cakap denganmu walaupun lewat sebuah handphone. Tapi sebelumnya, aku minta maaf kalau selama ini aku telah membuat kau gusar dan terlalu banyak pikiran. Maksud dengan tulisan ini bukan berarti aku mau menjelek-jelekkan kau apalagi membuat kau menjadi malu ataupun segan saat bertemu denganku. Aku akan amat sangat senang jika kau tetap menjadi teman di lingkungan perkuliahanku. Dan terakhir, semoga dengan tulisan ini menjadikan pengalaman indah buatmu dan buatku untuk menyongsong masa depan yang pernah kita impikan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar